TATA CARA MENUNAIKAN ZAKAT YANG BENAR MENURUT ISLAM

 

Batik Mutiara Sragen



TATA CARA ZAKAT YANG BENAR

A. Pengertian

a.  Zakat Secara Bahasa

 

Zakat berasal dari kata (زَكَّى – يُزَكِّى - تَزْكِيَّةً) yang artinya mensucikan. Sebagaimana firman Allah Ta'ala  (خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَ)  "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka". Para Mufasir berkata bahwa maksud dari (وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا) yaitu mensucikan mereka.

Imam Nawawi berkata bahwa zakat secara bahasa berarti berkembang dan mensucikan. Dan berkembangnya harta yang dizakati tidak dapat dilihat dengan mata dan ia membersihkan dosa-dosa orang yang menunaikannya. 

Ibnu Manzur berkata bahwa asal zakat secara bahasa berarti sanjungan, barokah, berkembang dan mensucikan.


b. Zakat Secara Istilah

Ibnu Qudamah berkata bahwa zakat yaitu hak dari harta yang harus ditunaikan dan zakat adalah rukun diantara rukun-rukun Islam yang lima.

Shohibul Hawi berkata bahwa zakat yaitu sebuah sebutan untuk pengambilan sesuatu yang khusus, dari harta tertentu, dengan sifat tertentu, dan diperuntukkan kepada kelompok tertentu. 


B. Hukum Zakat

Hukum zakat adalah wajib berdasarkan nash-nash dari Al-Qur'an, Sunnah dan Ijma'.

a. Nash-nash dari Al-Qur'an

 Allah Ta'ala berfirman: 

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ

Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku'lah bersama orang-orang yang ruku'. 

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo'alah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

 

b. Nash-nash dari As-Sunnah

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulalloh Shallallahu 'alaihi wasallam ketika mengutus Mu'ad ke Yaman bersabda: 

ادْعُهُمْ إِلَى شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِي أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ

Wahai Mu'ad serulah mereka kepada syahadat bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah dan aku adalah utusan Allah. Apabila mentaatinya, maka beritahukan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka sholat lima kali dalam sehari semalam. Apabila mereka mentaatinya maka beritahukan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka zakat harta yang diambil dari orang-orang kaya dari kalangan mereka dan disalurkan kepad para fakir dari kalangan mereka. 

Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulallah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 

بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ

Bahwa Islam terbangun di atas lima pondasi yaitu syahadat bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan sholat, menunaikan zakat, haji dan syiam Romadhon 


c. Ijma'

Ibnu Qudamah berkata bahwa kaum muslimin di seluruh zaman bersepakat atas wajibnya zakat dan para sahabat berepakat bahwa hukuman bagi orang yang tidak menunaikan zakat adalah dibunuh.


C. Hukum Mani'uz Zakat    

Mani'uz Zakat (orang yang menolak membayar zakat) tidak terlepas dari keadaan berikut ini

a. Mengingkari kewajiban zakat. Hal ini dapat diperinci menjadi dua kondisi. Pertama dihukumi kafir apabila ia tinggal di negeri Islam atau dikalangan ahli ilmu. Ia murtad, berlaku baginya ahkamu riddah dan diberi waktu tiga hari untuk bertaubat, apabila tidak bertaubat maka ia dibunuh.  Kedua dihukumi tidak kafir apabila ia baru masuk Islam atau tinggal di daerah terpencil.     

b. Meyakini kewajiban zakat. Maka ia tidak kafir. Apabila imam mampu mengambilnya, maka wajib mengambilnya dengan paksa dan menta'zirnya. Dan para ulama berbeda pendapat dalam kadar zakat yang harus di ambil, namun yang lebih dekat kepada kebenaran, imam mengambil zakat tanpa ada tambahannya. Walaupun Imam Ishaq berpendapat bahwa imam mengambil zakat serta setengah dari hartanya. 


D. Hikmah  Disyare'atkan Zakat

Di antara hikmah disyareatkan zakat adalah sebagai berikut: 

a. Mensucikan jiwa manusia dari penyakit kikir dan pelit, tamak dan rakus

b. Membantu orang-orang miskin dan memenuhi kebutuhan orang-orang yang mengalami kekurangan, kesialan, dan terampas hartanya

c. Menegakkan kemaslahatan-kemaslahatan umum yang menjadi pondasi kehidupan umat dan kebahagiannya

d. Membatasi penumpukan kekayaan hanya pada tangan orang-orang kaya, para pedagang  dan pengusaha semata, supaya harta tersebut tidak tertahan di lingkungan kelompok yang terbatas atau hanya beredar  di kalangan orang-orang kaya. 


E. Syarat Wajib Zakat

Tidak diwajibkan zakat pada harta kecuali terpenuhi syarat-syaratnya. Dan syarat wajib zakat terbagi menjadi dua bagian:


a. Syarat yang berhubungan dengan pemilik harta

1. Islam. Tidak diwajibkan zakat kepada orang kafir berdasarkan ijma' baik kafir asli atau murtad. Allah Ta'ala berfirman

وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلَّا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ وَلَا يَأْتُونَ الصَّلَاةَ إِلَّا وَهُمْ كُسَالَى وَلَا يُنْفِقُونَ إِلَّا وَهُمْ كَارِهُونَ

Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan shalat, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan. 

2. Merdeka. Maka tidak diwajibkan zakat pada hamba sahaya karena ia tidak mempunyai harta dan ia berada di tangan tuannya. Imam Muslim meriwayatkan dari …Rasulallah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda bahwa 

من اتباع عبدا له مال فماله لبائعه إلا أن يشترطه المبتاع

Barangsiapa menjual hamba yang mempunyai harta maka hartanya menjadi hak milik penjual kecuali ada syarat dari pihak membeli.

3. Balig dan berakal maka tidak diwajibkan bagi anak kecil dan orang gila yang mempunyai harta namun walinya wajib mengeluarkannya.


b. Syarat-syarat yang berhubungan dengan harta

1. Termasuk jenis harta yang wajib dizakati

2. Telah Sampai nishobnya. Harta yang wajib dizakati harus sudah sampai nishobnya (Kadar harta wajib ditunaikan zakatnya). Dan syarat nishob ada dua, Pertama kebutuhan telah terpenuhi. Kedua sudah sampai haulnya.

3. Milku Tham (kepemilikan yang sempurna)


F. Jenis Harta Yang Wajib Dizakati

Ada 9 jenis zakat harta benda yang wajib ditunaikan zakatnya

  • ZAKAT   NAQDAIN  (Emas Dan Perak)

a. Pengertian 

Yang dimaksud naqdain yaitu emas dan perak. Hukum menunaikan zakatnya adalah wajib berdasarkan nash-nash Al Qur'an, Sunnah dan Ijma' 

1. Al Qur'an 

وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ

Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih

2. As Sunnah

Hadits Sai'id Hudri bahwa Rasulallah r bersabda 

وَلَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ أَوَاقٍ صَدَقَةٌ 

Perak yang kurang dari lima Awaq tidak ada wajib zakat

3. Ijma' kaum muslimin

b. Syarat wajib zakat pada emas dan perak

Syarat wajib zakat pada emas dan perak adalah mencapai nishob dan haul. Dan nishob zakat emas adalah 20 mitsqol dan perak adalah 200 dirham. Zakat yang harus dikeluarkan sebesar 2,5 % sebagaimana Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Shohabat Ali Bahwa Rasulallah SAW bersabda: Apabila kamu memiliki harta 200 dirham dan telah mencapai haulnya maka ia dikenakan lima dirham dan kamu tidak terbebani apa-apa dalam kepemilikan emas kecuali apabilla telah mencapai 20 dinar. Apabila kamu mempunyai 20 dinar dan telah mencapai haulnya maka ia dikenakan wajib zakat setengah dinar 


Menggabungkan emas dengan perak

Mencampur emas dan perak untuk menutupi nishob. Jumhur Ulama berkata bahwa tidak diperbolehkan menyempurnakan nishob emas dengan perak atau sebaliknya walaupun seorang mempunyai perak 199 dirham atau 20 dinar kurang setengah. Abu Hanifah dan Malik berkata bahwa diperbolehkan menyempurnakan satu dengan yang lain.

Barang yang bercampur emas dan perak

Jumhur Ulama bersepakat bahwa tidak ada zakat pada barang yang tercampur dari emas dan perak sampai emas dan perak murni aslinya telah sampai nishobnya. 

Abu Hanifah berkata bahwa apabila kadar campurannya setengah dari emas atau perak bahkan lebih maka tidak wajib zakat, tapi kalau kurang dari setengah dangan campurannya mencapai nishob maka wajib zakat.

Perhiasan 

Pendapat ulama dalam masalah zakat perhiasan:

1. Mayoritas Ulama yaitu pendapat  Ibnu Umar, Jabir, Aisyah dan Asma' Binti harits berkata bahwa tidak ada kewajiban zakat pada perhiasan, mereka berlandasan dengan haditz mauquf bahwa tidak ada zakat pada perhiasan

2. Hanfiyah berpendapat bahwa wajib zakat pada perhiasan yang telah sampai haul dan nishobnya. Sebagaimana  keumuman nash al quran dalam surat at Taubah 34. Dan pendapat kedua dirojih oleh Abu Malik Kamal 


Haul 

Jumhur ulama berkata bahwa disyaratkan pada harta yang wajid dizakati pada dzatnya dan telah mencapai haul. Dan nishob zakat tidak berkurang dalam jangkan waktu setahun. 

Abu Hanifah berkata bahwa timbangan adanya nisob adalah di awal dan akhir tahun kalau terjadi kekurangan dipertengahan tahun tidak mengapa.


  • ZAKAT AL MAWASYI (Binatang Ternak)


a. Jenis Hewan Yang Wajib Dizakati

Hewan yang wajib dizakati menurut kesepakatan para ulama yaitu onta, sapi, dan kambing bedasarkan hadits-hadits yang menunjukkan wajibnya zakat.Adapun hewan yang diperselisihkan tentang wajibnya zakat sebagai berikut:

1. Kuda. Mayoritas ulama berpendapat bahwa tidak ada kewajiban zakat pada kuda yang tidak diperjualbelikan sekalipun itu diternak atau digunakan untuk bekerja atau tidak. Abu Huroiroh berkata bahwa Rasulallah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 

لَيْسَ عَلَى الْمُسْلِمِ فِي فَرَسِهِ وَغُلَامِهِ صَدَقَةٌ

Tidak ada tanggunagn zakat atas orang muslim pada kuda dan budaknya

Walaupun Abu Hanifah berkata bahwa kuda wajib dizakati apabila diternak dan terdiri dari jantan dan betina, kalau hanya betina saja tidak wajib zakat.


2. Bighol, keledai, dan yang lainnya tidak dibebani zakat selama tidak diperdagangkan, sesuai dengan sabda Rasulallah Shallallahu 'alaihi wasallam ketika beliau ditanya mengenai keledai, beliau menjawab, 

فسئل رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الحمر قال ما أنزل الله علي فيها إلا هذه الآية الفاذة الجامعة{ فمن يعمل مثقال ذرة خيرا يره ومن يعمل مثقال ذرة شرا يره }

Tidak diturunkan kepadaku hukum tentangnya, melainkan sebuah ayat yang mencakup dan sangat langka yaitu barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzaroh niscaya dia akan melihatnya.


b. Syarat wajib zakat pada hewan ternak

1. Digembalakan.

Madhab Syafi'iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa saimah (digembalakan) adalah syarat wajib zakat sebagaimana sabda Rasulallah Shallallahu 'alaihi wasallam :

وَفِي سَائِمَةِ الْغَنَمِ إِذَا كَانَتْ أَرْبَعِينَ فَفِيهَا شَاةٌ

Pada kambing yang digembalakan, jika jumlahnya 40 ekor maka zakatnya satu ekor

Imam Malik berkata bahwa onta yang digunakan untuk bekerja atau diberi makan wajib dizakati sebagaimana keumuman hadits,

مِنْ كُلِّ خَمْسٍ شَاةٌ

Pada setiap lima ekor onta adalah seekor kambing

Namun pendapat imam Malik dibantah oleh Imam Ahmad bahwa hadits ini adalah umum sedang hadits, pada kambing yang digembalakan. Adalah muqoyad. Maka hadits umum dibawa kepada muqoyad. 

Adapun masa penggembalaan adalah minimal satu tahun sebagaimana pendapat Madhab Hanabilah, Hanafiyah dan Imam Syafi'i.

 

2. Mencapai Haul.

Sebagaimana sabda Rasulallah Shallallahu 'alaihi wasallam 

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ اسْتَفَادَ مَالًا فَلَا زَكَاةَ عَلَيْهِ حَتَّى يَحُولَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ

Tidak ada kewajiban zakat pada harta yang belum sampai satu tahun

3. Mencapai Nishob


c. Ketentuan hewan yang dijadikan zakat


Hewan yang dijadikan zakat hendaknya pertengahan. Hal ini berhubungan dengan amil dan pemilik hewan.

1. Amil zakat hendaknya tidak mengambil hewan-hewan yang paling baik dari hewan pemilik selama pemilik tersebut tidak mengeluarkannya secara sukarela. Rasulallah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada Mu'ad ketika diutus ke Yaman untuk mengambil zakat

وَتَوَقَّ كَرَائِمَ أَمْوَالِ النَّاسِ

Waspadalah kamu terhadap kehormatan harta manusia (jangan kamu mengambil yang paling baik dari harta manusia).

2. Pemilik hewan tidak memberi hewan yang paling buruk di antara hewan yang dimiliki. Seperti memberi hewan yang cacat, sakit lumpuh, sudah sangat tua


d. Macam Hewan Ternak


Hewan ternak (onta, sapid an kambing) terbagi menjadi empat bagian: 

1. Sa'imah (digembalakan) yaitu yang digembalakan di padang rumput bebas pada sebagian besar waktu satu tahun, siap diperas susunya dan dikembangbiakkan dan ini adalah yang wajib dizakati.  Sebagaimana firman Allah

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لَكُمْ مِنْهُ شَرَابٌ وَمِنْهُ شَجَرٌ فِيهِ تُسِيمُونَ

Dia-lah yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebahagiannya menjadi minuman dan sebahagiannya menyuburkan tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu. 

2. Ma'lufah (digemukan) sekalipun ia dapat mengambil susunya dan dikembangbiakkan, hanya saja pemiliknya harus membeli makan, karena itu ia tidak wajib zakat.

3. Amilah (dipekerjakan) seperti onta yang disewakan pemiliknya untuk membawa beban sebagimana kendaran maka tidak dikenakan zakat menurut mayoritas ulama kecuali Imam Malik

4. Mu'adah litijaroh (diperdagangkan) hewan demikian diwajibkan zakat sebagaimana barang-barang dagangan.



  • ZAKAT   ZAKATUL IBIL (Zakat Onta)


Nishob zakat onta yaitu 5 ekor dan zakat yang harus ditunaikan seekor kambing. Sebagaimana Hadits Rasulallah Shallallahu 'alaihi wasallam 

لَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ ذَوْدٍ صَدَقَةٌ

Onta  yang kurang dari lima ekor  tidak ada wajib zakat

Apabila lebih dari 5 ekor, Rasulallah Shallallahu 'alaihi wasallam telah menjelaskan kadar zakat yang wajib dikeluarkan sebagimana hadits yang diriwayatkan Shohabat Anas. Berikut ini tabel kadar wajib zakat pada onta


a. Onta 1-120 ekor

JUMLAH ONTA ZAKAT YANG DIKELUARKAN

DARI HINGGA  

1 4 Tidak dikenakan zakat

5 9 1 ekor kambing

10 14 2 ekor kambing

15 19 3 ekor kambing

20 24 4 ekor kambing

24 35 1 ekor bintu makhadh

36 45 1 ekor bintu labun

46 60 1 ekor hiqqoh

61 75 1 ekor bintu jaz'ah

76 90 2 ekor bintu labun

91 120 2 ekor hiqqoh


b. Onta lebih dari 120 ekor

Apabila jumlah onta lebih dari 120 ekor maka ketentuan yang berlaku adalah  setiap 50 ekor onta zakatnya adalah seekor hiqqoh dan setiap 40 ekor onta zakatnya adalah seekor bintu labun


JUMLAH ONTA ZAKAT YANG DIKELUARKAN

DARI HINGGA  

121 129 3 ekor bintu labun

130 139 1 ekor hiqqoh + 2 ekor bintu labun

140 149 2 ekor hiqqoh + 1 ekor bintu labun

150 159 3 ekor hiqqoh 

160 169 4 ekor bintu labun



  • ZAKAT   ZAKATUL BAQOROH

 (Sapi)


Ketentuan zakat pada sapi yaitu setiap 40 ekor sapi zakatnya adalah satu ekor musinnah dan setiap 30 ekor sapi zakatnya satu ekor tabi', sebagaimana hadits yang diriwayatkan Ibnu Mas'ud bahwa Rasulallah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda

في ثلاثين من البقر تبيع أو تبيعة وفي كل أربعين مسنة

Setiap 30 ekor sapi zakatnya adalah satu ekor  tabi' atau tab'iah dan setiap 40 ekor sapi zakatnya adalah satu ekor musinnah


Berikut ini tabel kadar wajib zakat pada sapi 

JUMLAH SAPI ZAKAT YANG DIKELUARKAN

DARI HINGGA  

1 29 Tidak dikenakan zakat

30 39 1 ekor tabi' atau tabi'ah

40 49 1 ekor musinnah 

60 69 2 ekor tabi' atau tabi'ah

70 79 1 ekor tabi' atau tabi'ah + 1 ekor musinnah

80 89 2 ekor musinnah

100 109 2 ekor tabi' atau tabi'ah +1 ekor musinnah


Kerbau termasuk kategori sapi. Ibnu Munzir berkata bahwa ahlu ilmi bersepakat bahwa kerbau adalah macam dari sapi. 


  • ZAKAT   ZAKATUL GHONAM (Kambing)


Ketentuan zakat pada kambing berdasarkan hadits Shohabat Anas, Ketika Abu Bakar mengirim surat ke Bahrain………

وفي صدقة الغنم في سائمتها إذا كانت أربعين إلى عشرين ومائة شاة فإذا زادت على عشرين ومائة إلى مائتين شاتان فإذا زادت على مائتين إلى ثلاث مائة ففيها ثلاث شياه فإذا زادت على ثلاث مائة ففي كل مائة شاة

Dan zakat pada kambing yang digembalakan, apabila jumlahnya 40-120 ekor maka zakatnya adalah seekor kambing. Apabila lebih dari 120-200 ekor  maka zakatnya adalah dua ekor kambing. Apabila lebih dari 200-300 ekor maka zakatnya adalah 3 ekor kambing. Apabila lebih dari 300 ekor maka setiap 100 ekor  zakatnya satu ekor kambing.  


Dan kadar zakat yang wajib dikeluarkan tersusun sesuai tabel berikut ini 

JUMLAH KAMBING ZAKAT YANG DIKELUARKAN

DARI HINGGA  

1 39 Tidak dikenakan zakat

40 120 1 ekor kambing

121 200 2 ekor kambing 

201 399 3 ekor kambing

400 499 4 ekor kambing

500 599 5 ekor kambing


Demikian selanjutnya pada kambing yang berjumlah melebihi 300 ekor, maka pada setiap 100 ekor kambing zakatnya 1 ekor kambing.

Kholithoni

Kholithoni Yaitu zakat yang dimiliki dua orang. Dan cara mengelurkan zakatnya sebagaimana hadits Rasulallah Shallallahu 'alaihi wasallam

 

وَلَا يُجْمَعُ بَيْنَ مُتَفَرِّقٍ وَلَا يُفَرَّقُ بَيْنَ مُجْتَمِعٍ خَشْيَةَ الصَّدَقَةِ وَمَا كَانَ مِنْ خَلِيطَيْنِ فَإِنَّهُمَا يَتَرَاجَعَانِ بَيْنَهُمَا بِالسَّوِيَّةِ

Hendaknya tidak digabung antara yang terpisah, dan janganlah dipisah antara yang tergabung, karena takut dikenakan zakat. Dan sesuatu yang digabung dari dua perternak, hendaknya keduanya masing-masing ternak dikembalikan kepada pemiliknya masing-masing secara merata.


Harta yang dimiliki bersama dikenakan zakat sebagaimana layaknya harta milik satu orang dengan syarat-syarat tertentu, yakni

1. Semua pemilik harta tersebut harus memenuhi syarat orang wajib membayar zakat.

2. Hendaknya harta gabungan telah mencapai nishob

3. Mencapai batas haul

4. Masing-masing harta tidak berbeda dalam enam sifat yaitu kandang, tempat tidur, tempat minum, pemerasan susunya, pejantan, dan tempat pengembalaan.


  • ZAKAT   BUAH-BUAHAN DAN BIJI-BIJIAN


a. Tanaman dan buah-buahan yang wajib dizakati


Tanaman dan buah-buahan yang tersebut dalam nash hadits, para ulama sepakat wajib dizakati yang meliputi Qomh (gamdum), sya'ir (salah satu jenis gandum), tamr (kurma),  dan zabib (kismis) dan para ulama berbeda pendapat mengenai jenis-jenis yang tidak terdapat pada nash hadits Rasulallah Shallallahu 'alaihi wasallam. Secara global pendapat mereka sebagai berikut: 

1. Zakat hanya diwajibkan pada empat jenis tanaman yang tersebut di atas dan tidak diwajibkan pada selainnya. Ini adalah pendapat Ibnu Umar, Hasan Al Bashri, Ats Tsauri

2. Kewajiban zakat berlaku pada semua yang dijadikan makanan pokok dan dapat disimpan. Sebagaimana pendapat Madhab Malikiyah dan Syafi'iah

3. Kewajiban zakat berlaku pada semua yang dapat dikeringkan, bertahan lama, dan ditimbang sebagaimana riwayat yang paling mashur dari Imam Ahmad

4. Kewajiban zakat berlaku pada semua yang keluar dari bumi. Sebagaimana pendapat Imam Abu Hanifah dan Daud


b. Sifat-sifat Tanaman dan buah-buahan yang wajib dizakati 

Hasil Tanaman dan buah-buahan wajib ditunaikan zakatnya apabila terpenuhi sifat-sifat berikut ini :

1. Kail (Ditimbang) 

2. Baqo' (tetap)

3. Kering

4. Termasuk jenis buah-buahan dan biji-bijian


c. Waktu wajib zakat dan pengeluarannya

Waktu wajib zakat yaitu apabila biji-bijian sudah mengeras (besar) dan buah-buahan sudah matang. Ibnu Abu Musa berkata bahwa waktu wajib zakat adalah  ketika panen sebagaimana firman Allah Ta'ala

وَآَتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ

dan tunaikanlah haknya dihari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya)

Adapun waktu pengeluaran zakat ketika dalam buah-buahan keadaan kering dan tanaman dalam keadaan bersih, karena kondisi ini adalah waktu yang sempurna dan bisa sisimpan. 


d. Kadar yang wajib dikeluarkan

Besarnya zakat yang wajib dikeluarkan pada tanaman dan buah-buahan berbeda-beda sesuai dengan bagaimana cara pengairannya. Maka sawah yang pengairannya dengan air hujan tanpa menggunakan alat atau mesin, zakatnya 1/10, dan sawah yang pengairannya dengan alat atau mesin, zakat yang wajib dikeluarkan adalah 1/20, hal ini sebagimana hadit Rasulallah Shallallahu 'alaihi wasallam 

فيما سقت السماء العيون أو كان عثريا العشر ، وفيما سقي بالنضح نصف العشر

Pada tanaman yang diairi oleh langit, dan mata air atau atsari maka zakatnya adalah 1/10, dan yang pada diairi dengan menggunakan biaya, maka zakatnya adalah setengah dari 1/10

Apabila proses pengairannya lebih banyak dengan salah satu cara dari keduanya (menggunakan biaya atau tidak), maka mayoritas ulama memasukkannya pada katagori zakat dengan cara yang banyak digunakan, namun ada juga yang perpendapat hendaknya kedua cara tersebut diperhitungkan sesuai dengan kadar banyaknya penggunaannya masing-masing.


e. Nishob zakat pada buah-buahan dan biji-bijian

Mayoritas ulama berkata tidak diwajibkan zakat pada tanaman dan buah-buahan kecuali setelah mencapai nishobnya. Dan nishobnya adalah 5 wasaq. Sebagaimana hadits Abu Sa'id al Khudri bahwa Rasulallah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

وَلَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسَةِ أَوْسُقٍ صَدَقَةٌ

Tidak ada kewajiban zakat pada sesuatu (hasil bumi) yang kurang dari 5 wasaq

Walaupun Abu Hanifah berkata bahwa diwajibkan zakat pada tanaman dan buah-buahan, baik sedikit atau banyak, sebagaimana keumuman nash tanaman yang pengairannya dari air hujan maka zakatnya adalah 1/10


f. Cara mengeluarkan zakat pertanian

Apabila pemilik tanah berhutang untuk modal mengurus sawah, maka zakat tanaman dikeluarkan setelah dikurangi hutang, sebagaimana  pendapat Ibnu Umar dan mayoritas ulama

Apabila petani mengurus sawah bukan dari uang pinjaman, maka para ulama berbeda pendapat dalam cara mengeluarkan zakat

Madhab Hanabilah berpendapat bahwa biaya tersebut dikeluarkan dahulu baru dikeluarkan zakatnya

Madhab Hanafyah berkata bahwa biaya tidak dipisahkan sebelum pengambilan zakat.


  • ZAKAT   RIKAZ (Harta Terpendam )


A. Pengertian

Rikaz secara etimologi berasal dari Ar Rikz yaitu sesuatu yang terpendam di dalam perut bumi, dari barang tambang maupun harta terpendam. Menurut Syar'i yaitu pendaman jahiliyah (harta karun) 


B. Hukum

Hukumnya wajib sebagaimana hadits Abu Huroiroh bahwa Rasulallah r besabda:  

وَالْمَعْدِنُ جُبَارٌ وَفِي الرِّكَازِ الْخُمُسُ 

Dan barang tambang tidak memiliki jaminan, zakat  barang rikas (barang temuan) adalah 1/5

C. Besar Zakat

Para ulama besepakat bahwa besar zakat yang wajib dikeluarkan adalah 1/5.  Tetapi Hasan al Bashri berkata bahwa rikaz yang diperoleh dinegeri harb maka besar zakatnya 1/5. Jika di negeri arab sebagaimana zakat


D. Syarat Zakat Pada Rikaz

Imam Syafi'i berkata bahwa tidak diwajibkan zakat rikaz kecuali kepada orang yang wajib zakat, baik laki-laki, perempuan, berakal, bodoh, anak kecil atau gila. Dan tidak diwajibkan kepada makatib dan Dhimi

Dalam rikaz tidak disyaratkan harus mencapai nishob dan haul. Kapan seorang mendapatkan rikas, maka ia wajib mengeluarkan 1/5 dari harta tersebut. 


E.Tempat ditemukan rikaz

Tempat ditemukannya harta rikas ada dua keadaan

1. Di Negeri Islam, dapat diperinci sebagai berikut:

Harta yang didapatkan pada tempat yang tidak ada pemiliknya maka harta tersebut adalah harta rikaz yang tidak ada perselisihan dalam hal wajibnya zakat. 

Harta yang ditemukan di jalan, menurut pendapat syafi’iyah disebut luqotoh bukan rikaz walaupun ada pendapat ia adalah rikaz 

Pada tempat yang ada pemiliknya, apabila pada tempatnya sendiri maka ia harus menunaikan zakatnya dan sisanya menjadi miliknya. Jika ditemukan di tempat orang lain, maka barang menjadi hak pemilik tanah. 

Pada tempat yang diwakafkan, maka rikaz menjadi hak orang yang diberi wakaf.

2. Di negri kafir, dapat diperinci sebagai berikut

Apabila di dapatkan pada tempat yang tidak ada pemiliknya maka hukumnya sama di negeri muslim. 

Didapatkan ditempat yang ada pemiliknya maka ada dua keadaan. Pertama: Mendapatkannya dengan paksaan disebut ghonimah. Kedua: mendapatkannya bukan dengan paksaan disebut fai' 


F. Harta Yang Tersimpan Di Mawat

Harta yang tersimpan di mawat terbagi menjadi tiga macam. 

1. Ada setempel jahiliyah maka disebut rikaz. 

2. Ada setempel islam, maka bukan termasuk rikaz dan orang yang mendapatkan harus mengembalikan kepada yang punya jika diketahui, apabila tidak maka harta tesebut menjadi luqotoh menurut jumhur ulama. Al Baghowi berkata bahwa ia harus menyimpan selama-lamanya. 

3. Tidak diketahui apakah tersimpan di zaman jahiliyah atau zaman islam, maka Imam Syafi’i berkata bahwa harta tersebut menjadi rikas. Syafi’iyah berkata bahwa harta tesebut menjadi luqotoh.

 

G. Penyaluran Rikaz 

Para ulama berbeda pendapat mengenai orang-orang yang berhak menerima bagian 1/5 dari zakat rikaz.

1. Imam Syafi'i dan Ahmad berkata bahwa zakat rikaz disalurkan sebagaimana zakat biasa (ahlu zakat)

2. Imam Abu Hanifah dan Malik berkata bahwa zakat rikaz disalurkan sebagaimana Fai'. Dan ini adalah riwayat yang mendekati kebenaran menurut Ibnu Qudamah.



ZAKAT MA'ADIN  (Barang Tambang)

A. Pengertian

Secara etimologi berasal dari al 'adn yang berarti tinggal. Menurut syare'at, ia adalah segala sesuatu yang keluar dari dalam perut bumi, ia diciptakan di dalam bumi namun bukan dari jenisnya dan ia memiliki nilai.


B. Hukum 

Umat besepakat akan wajibnya zakat ma’adin (barang tambang) bagi muslim merdeka. Adapun maktib dan dzimi tidak wajib mengeluarkan zakat


C. Barang tambang yang harus dizakati

Para Ulama berbeda pendapat mengenai barang tambang yang harus dizakati. 

1. Syafi’iyah berpendapat bahwa barang tambang yang wajib dizakati hanya emas dan perak, adapun selain keduanya tidak wajib dikeluarkan zakat.

2. Ar Rofi'i menceritakan bahwa setiap yang keluar dari tanah wajib dizakati 

3. Imam Abu Hanifah berkata bahwa barang tambang yang dapat dicetak seperti besi wajib dizakati 


D. Nishob Barang tambang 

Nishob barang tambang yang wajib dizakati yaitu 20 mitsqol dari emas atau 200 dirham dari perak atau yang senilai dengan keduanya, ini adalah pendapat Imam Syafi'i dan Hanabilah berdasarkan keumuman hadits 

وَلَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسَةِ أَوْسُقٍ صَدَقَةٌ

Tidak ada kewajiban zakat pada sesuatu (hasil bumi) yang kurang dari 5 wasaq

Imam Abu Hanifah berkata bahwa tidak ada nishob pada barang tambang, dan wajib dikeluarkan 1/5 dari barang tambang, baik sedikit atau banyak.


E. Waktu Wajib Zakat Barang tambang

Diwajibkan mengeluarkan zakat barang tambang ketika mendapatkannya dan mencapai nishob, sebagaimana pendapat Syafi'iyah, Imam Malik, Abu Hanifah dan Mayoritas Ulama salaf dan kholaf. Tetapi Madhab Hanabilah mensyaratkan haul pada barang tambang. Dan barang tambang dalam keadaan bersih dan kering.


F. Kadar zakat barang tambang yang wajib dikeluarkan

Para ulama berbeda pendapat dalam Kadar zakat barang tambang yang wajib dikeluarkan:

1. Imam Malik berkata bahwa kadar yang wajib dikeluarkan adalah 1/40 sebagaimana zakat 

2. Imam Abu Hanifah berkata bahwa kadar yang wajib dikeluarkan adalah 1/5 sebagimana harta fai' 

3. Apabila mendapatkannya mudah maka zakat yang harus dikeluarkan adalah 1/5


  • ZAKAT   PERNIAGAAN 


A. Pengertian

Barang perniagaan adalah segala sesuatu selain emas dan perak, dari segala macam barang, bangunan, berbagai macam jenis hewan, tanaman, pakaian, perabotan, peralatan, perhiasan, dan lain sebagainya dari segala sesuatu yang diperdagangkan.  


B. Hukum

Para ulama berbeda pendapat mengenai zakat perdagangan

1. Jumhur Ulama dari para Shohabat, Tabi'in, dan fuqoha' bersepakat akan wajibnya zakat barang dagangan. Ibnu Mundzir berkata bahwa mayoritas Ahlu Ilmi berijma' akan wajibnya zakat perdagangan. Berdasarkan nash-nash syar'i. Allah berfirman 

يا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآَخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.

Diriwayatkan dari Abu Zar bahwa Rasulallah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 

في الإبل صدقتها و في البقرصدقتها و في البز صدقته

Pada onta ada kewajiban zakatnya, sapi terdapat kewajiban zakatnya,dan pada bazz terdapat kewajban zakatnya 

2. Imam Abu Dawud dan selainnya dari Madhab Dhohiriyah berpendapat bahwa tidak ada kewajiban pada barang dagangan.

3. Robi'ah dan Malik berkata bahwa tidak ada kewajiban zakat pada barang dagangan kecuali setelah berubah menjadi dirham atau dinar.


C. Syarat barang dagangan

Barang dikategorikan barang dagangan apabila terpenuhi dua syarat:

1. Kepemilikan barang dengan cara aqad yang ada iwadnya (tukar-menukarnya) seperti jual beli, ijaroh, dan nikah 

2. Niat, yaitu berniat ketika aqad bahwa ia memilikinya untuk diperdagangkan.

Doktor Yusuf Al Qordowi berkata bahwa barang dikategorikan barang dagangan apabila terdiri dari dua unsur yaitu perbuatan yaitu jual beli dan niat yaitu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Dan kedua unsur ini harus ada pada perdagangan.


D. Syarat-Syarat Zakat Barang Dagangan

Barang dagangan akan dikenakan kewajiban zakat dengan ketentuan sebagai berikut: 

1. Barang yang diperdagangkan bukan termasuk kategori yang diwajibkan zakat pada aslinya, seperti hewan ternak, emas, dan perak

2. Mencapai nishob yaitu 85 gram emas

3. Mencapai haulDan mengenai waktu batasan nishob zakat perniagaan, para ulama berbeda pandangan menjadi 3 pendapat

a. Pada akhir haul (masa setahun menurut kalender Hijriyah). Ini adalah pendapat Madhab Syafi'i dan Malik

b. Dalam hitungan seluruh haul, maksudnya apabila  ia berkurang dari nishob, meskipun sesaat, maka hitungan haulnya terputus sebagaimana pendapat jumhur ulama

c. Pada permulaan dan akhir dari haul, tanpa memperhitungan pertengahan. Ini adalah pendapat Madhab Hanafi.

Permulaan haul dimulai semenjak pembelian barang. Dan besar zakat yang dikeluarkan dalam harta perdagangan adalah 2,5%

Barang perdagangan yang pada aslinya diwajibkan zakat maka kewajiban zakat tidak dibebankan kepada masing masing (barang pedagangan dan barang aslinya). Tetapi wajib ditunaikan salah satunya saja.


E. Cara Menzakati Harta Perniagaan

Apabila waktu mengeluarkan zakat telah tiba, maka seorang pedagang hendaknya menggabungkan hartanya yang mencakup:

1. Modal, keuntungan, harta simpanan (tabungan), dan nilai barang-barang dagangan.

2. Utang piutang yang diharapan dapat dilunasi

Hendaknya ia menghitung nilai barang dagangan dan menggabungkannya dengan harta lainnya yang ia miliki, dan piutang yang diharapkan dapat dilunasi, kemudian kurangilah dengan jumlah utang yang ia tanggung. Sesudah itu, dari jumlah semua itu hendaknya ia mengeluarkan 2,5 % sesuai dengan harga waktu pembayaran zakat bukan harga beli.

Adapun dagangan yang disimpan dan dijual ketika harga melambung tinggi, maka Imam Malik berkata bahwa ia tidak harus mengeluarkan zakat kecuali setelah barang terjual, dan ia dikenakan zakat untuk satu tahun


F.  Zakat perniagaan dengan nilai atau barang dagangan?

Mayoritas ulama bersepakat bahwa kewajiban membayar zakat dengan nilai barang, dan tidak boleh membayar zakat dengan barang tersebut. Namun menurut Imam Abu Hanifah dan Syafi'i bahwa ia diberi kebebasan memilih antara mengeluarkan zakat dengan nilai atau dengan barang. Dan menurut Ibnu Taimiyah disesuaikan dengan kebutuhan mustahiq zakat


G. Zakat Pekerja Pada Mudhorobah

Bahwa pekerja dalam mudhorobah mendapatkan bagian dari keuntungan dengan dua cara 

1. Al-qismah (pembagian)

2. Ad-Dhuhur

Maka kewajiban zakat pada harta yang dimudhorobahkan berhubungan dengan cara pembagian keuntungan, apabila dengan cara yang pertama yaitu qismah maka zakat ditanggung oleh pemodal (modal dan untung). Dan kalau dengan cara kedua maka pemodal mengeluarkan zakat pada modal dan bagian keuntungannya dan tidak wajib menzakati keuntungan bagian amil.


  • ZAKAT   FITHRI


Definisi Zakat Fithri

Zakat fithri yaitu shadaqah yang dikeluarkan pada akhir Ramadhan, pada malam hari Raya dan pagi harinya. Disebut  dengan zakat fithri karena ia disyariatkan ketika bulan Ramadhan telah sempurna dan pada saat umat Islam telah mengakhiri siyam Ramadhan mereka.

Al-’Allamah Ibnu Manzhur menyebutkan, arti zakat secara bahasa adalah thaharah (kesucian), pertumbuhan, barokah dan pertumbuhan. Dari kata bersinonim hal yang dikeluarkan dan pekerjaannya.

Menurut Imam An-Nawawi rahimahullah, zakat fithri dan shadaqah fithri merupakan satu lafazh terlahir, bukan bahasa arab asli, bukan pula kata pinjaman dari bahasa lainnya, akan tetapi merupakan istilah fuqaha’. Seolah-olah dari kata خِلْقَةٌ (ciptaan), yaitu zakat untuk ciptaan (زَكَاةُ الْخِلْقَةِ) . Penulis Al-Hawy juga mengatakan itu.

Adapun secara syara’, Abdurrahman Al-Jazairy berkata, “Zakat adalah penetapan hak milik tertentu untuk orang yang berhak dengan syarat-syarat yang telah ada.”  Para ulama’ dari madzhab Hanbali menambahkan,  “...dan dalam waktu tertentu.” 

Dinamakan zakat fithri karena dengannya mewajibkan berbuka mengakhiri siyam ramadhan. Adapun penamaan lain dari zakat fithri adalah;  shadaqah fitri, zakat fitrah,  zakat al-badan, dan zakat ar-ru’us. 


Disyariatkannya Zakat Fithri

Zakat fithri disyariatkan dan diwajibkan ketika siyam Ramadhan, yakni ketika bulan sya’ban tahun ke-2 Hijriah.

  Diwajibkan oleh Allah swt pada bulan ramadhan 2 hari sebelum dilaksanakannya shalat ‘Ied (hari raya ‘Iedul fitri). Sebab zakat fithri disandarkan kepada Ramadhan dan dalam rangka mengakhiri siyam. Di samping itu, tidak pernah disebutkan bahwa Nabi saw dan para sahabat ra siyam Ramadhan tanpa mengeluarkan zakat fithri.

Hukum Zakat Fithri

Hukum menunaikan zakat fithri adalah wajib bagi seluruh kaum muslimin yang mampu membayarnya pada saat itu, hal ini telah disepakati oleh Jumhur Ulama’ berdasarkan dalil-dalil yang sohih diantaranya adalah firman Alloh Subhanahu Wa Ta'ala dalam surat at taubah : 60 

 إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيم .

 "Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para Mu'allaf yang dibujuk hatinya,untuk (memerdekaan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Biajaksana.


 Juga hadits yang datang dari sahabat Abdullah bin’Umar ra, beliau berkata:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى مِنْ الْمُسْلِمِينَ

"Dari Abdullah Bin Umar Radhiyallahu 'anhuma bahwa Rasulullah Sallahu 'Alaihi wa Sallam mewajibkan zakat fithri setelah ramadlan satu sho’ dari tamar atau satu sho’ dari gandum terhadap kaum muslimin yang merdeka atau budak, laki-laki atau perempuan" 

Dalam lafadz lain disebutkan:

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ

"Dari Ibnu Umar Radliyallahuanhuma ia berkata:Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam telah mewajibkan untuk menunaikan zakat fithri dengan 1 sha’ kurma kering, atau 1 sha’ tepung gandum bagi setiap hamba sahaya, orang merdeka, kaum laki-laki, kaum perempuan, anak kecil dan orang dewasa dari kaum muslimin, dan beliau juga memerintahkan untuk menunaikannya sebelum orang-orang pergi mengerjakan shalat(‘Iedul Fitri)”. Juga satu hadits lagi dari Ibnu Umar ra, beliau mengatakan:


فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَلَى الْحُـرِّ وَ الْعَبْـدِ وَ الذَّكَرِ وَ الأُنْثَى وَالصَّغِيْرِ وَ الْكَبِيْرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ, وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْـلَ خُرُوْجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ 

“Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fithri bagi orang merdeka dan hamba sahaya, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orang dewasa dari kaum muslimin. Beliau memerintahkan agar ( zakat fithri tersebut ) ditunaikan sebelum orang-orang melakukan shalat ‘id.”  

Adapun dalil yang menunjukkan wajibnya zakat fithri adalah hadits yang diriwayatkan olrh Al-Hafizh ‘Abdur-Razzaq dengan sanad yang shahih, dari ‘Abd bin Tsa’labah radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata: Sehari atau dua hari sebelum ‘Idul Fithri, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berkhuthbah seraya bersabda : 


أَدُّوا صَاعًا مِنْ بِرٍّ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ شَعِيْرٍ عَنْ كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ، صَغِيْرٍ أَوْ كَبِيْرٍ


“Tunaikanlah zakat (fithri) satu sha’ (empat mud) gandum, atau kurma kering, atau tepung, atas setiap yang merdeka atau budak, baik kecil atau dewasa.”

Diwajibkan menunaikan zakat fithri bagi seluruh kaum muslimin baik anak kecil maupun orang dewasa, laki-laki maupun perempuan, orang yang merdeka maupun hamba sahaya yang mampu menunaikannya pada saat itu, dan ini merupakan kesepakatan Jumhur Ulama’.

Zakat ini wajib dibayarkan terhadap diri sendiri dan terhadap orang-orang yang menjadi tanggungannya. Seperti isteri dan keluarga, apabila mereka tidak mampu melaksanakannya sendiri. Akan tetapi apabila mereka mampu melaksanakannya sendiri, itu lebih baik, karena mereka sendirilah yang dimaksud dalam kewajiban tersebut.

Para ulama sepakat bahwa anak kecil yang belum memiliki harta maka dibebankan kepada bapaknya, dan budak dibebankan kepada tuan (majikan)nya jika tidak memiliki harta.  Madzhab imam dalam hal ini berpendapat bahwa seorang muslim berkewajiban untuk menafkahi orang-orang yang wajib dinafkahi olehnya menurut syari’at (seperti : istri, anak dan budak).

Sedangkan bayi yang berada di dalam kandungan Ibunya maka tidak diwajibkan untuk menunaikan zakat fithri, namun kebanyakan Ahli Ilmu menghukuminya sunnah untuk ditunaikan, karena hal itu dilakukan oleh Shahabat Utsman bin ‘Affan Radliyallahuanhu.

Zakat fithri tidak diwajibkan kecuali terhadap orang yang mempunyai kelebihan dari keperluannya ketika hari malam hari Raya dan pagi harinya. Jika ia tidak memiliki kelebihan kecuali kurang dari satu sha’ maka hendaknya ia dengan kelebihan itu ( yang jumlahnya kurang dari satu sha’ ) membayar zakat fithrinya. Hal itu berdasarkan firman Allah ta’ala:


فَاتَّقُوا اللهَ مَااسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنفِقُوا خَيْرًا لأَنفُسِكُمْ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

"Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah; dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.".

Menurut pendapat Abu Hanifah, bahwa zakat fithri wajib bagi wanita yang mempunyai suami maupun tidak. Adapun menurut pendapat imam Tiga (Malik, Syafi’i, dan Ahmad), Al Laits, serta Ishaq, sesungguhnya seorang suami wajib mengeluarkan zakat fithri bagi seorang istrinya. Karena ia termasuk orang yang menjadi tanggungan untuk menafkahinya. Mereka juga sepakat bahwa seorang muslim tidak boleh mengeluarkan zakat bagi istri yang kafir, meskipun dalam urusan nafkah masih menjadi kewajibanya. 

Sementara untuk anak kecil, menurut pendapat jumhur, jika anak tersebut memiliki harta, wajib dikeluarkan darinya dan yang mengeluarkan adalah walinya. Tetapi jika ia tidak memiliki harta sendiri, maka kewajiban zakatnya dibebankan atas orang yang menanggung nafkahnya. 

Adapun berkanaan dengan janin, menurut jumhur fuqoha', Zakat fithri tidak wajib atasnya.

Sedangkan imam Ibnu Hazm berpendapat:" Jika janin telah genap (dalam perut ibunya) seratus dua puluh hari sebelum menyingsingnya fajar hari raya, wajib dikeluarkan zakat fithri atasnya.

Ibnu Hazm berhujjah, Bahwa Rasululloh saw telah memerintahkan untuk mengeluarkan zakat atas anak kecil  dan dewasa. Sedangkan janin termasuk anak kecil. Maka setiap hukum yang diberlakukan atas anak kecil berlaku juga terhadap janin. Ibnu Hazm meriwayatkan dari Utsman bin Affan ra bahwasanya ia mengeluarkan zakat fithri atas anak kecil, dewasa, dan janin dalam kandungan.

Yang benar bahwa apa yang dikatakan oleh Ibnu Hazm tidaklah memilliki dalil yang kuat atas wajibnya mengeluarkan zakat fithri atas janin. Dan salah jika dikatakan bahwa kalimat anak kecil (shoghir) dalam hadits mencakup janin yang ada dalam kandungan. Dan apa yang diriwayatkan oleh Utsman ra dan yang lainnya  tidaklah menunjukkan adanya istihbab dalam mengeluarkanya. Tetapi barang siapa yang melakukanya itu baik baginya. 

Imam Asy Syaukani menyebutkan bahwa Ibnu Mundir telah menukil sebuah ijma' atas tidak wajibnya mengeluarkan zakat bagi janin. Sedang Imam Ahmad mengistihbabkan bukan mewajibkanya.


Pada Siapa Diwajibkan ?

 Madzhab Hambali mengatakan, “Zakat fithri wajib atas orang yang mempunyai kelebihan makanan pokoknya dan untuk keluarganya di hari ‘Ied dan malamnya selain yang dia miliki yang itu merupakan kebutuhannya, seperti tempat tinggal, pembantu, kendaraan, pakaian sederhananya, dan buku-buku pengetahuan.” 

 Imam An-Nawawi menjelaskan tentang pengertian kecukupan  ( اليسار ) adalah: orang yang mempunyai kelebihan bahan makanan pokok hari itu untuk dirinya dan keluarganya dan orang-orang yang harus ditanggungnya pada malam hari’Iedul-Fithri.


Syarat-Syarat Mustahiq Zakat

1. Fakir kecuali Amil, Ibnu sabil, pejuang fisabilillah meskipun mereka termasuk orang yang kaya. Begitu juga zakat halal bagi tholibul ilmi as syar'iyyah, dikarenakan menuntut ilmu syar'i adalah fardlu kifayah, ditakutkan karena dengan cenderung untuk bekerja akhirnya ia meninggalkan kewajiban menuntut ilmu tersebut.  

2. Muslim, Tidak boleh memberikan zakat kepada orang kafir (tidak ada khilaf antar fuqoha' dalam hal ini)

3. Bukan merupakan tanggungan nafaqoh bagi muzakki. Yaitu kaum kerabat, istri, seperti orang tua (Keatas), anak (kebawah) hal ini dikarenakan  menafkahi mereka adalah wajib hukumnya. Boleh memberikan zakat kepada kerabatnya yang lain seperti saudara laki-laki maupun saudara perempuan, paman, bibi, dan lain sebagainya. Sesuai dengan hadits Nabi saw:"

Sebagaiman hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani dari Salman bin 'Amir:

الصّدقةُ عَلَى الْمُسْلِمِيْنَ صَدَقَةٌ وَهِيَ لِذِي ا لرَّحْمِ اِثْنَتَانِ, صَدَقَةٌ وَ صِلَّةٌ

"Shodaqoh atas muslim adalah shodaqoh dan jika ia diberikan kepada keluarga dekat, ia mendapat dua perkara yaitu shodaqoh dan menyambung tali persaudaraan."

Bahkan kerabat itu lebih berhak atas zakat. Imam malik berkata:

أَفضلُ مَنْ وَضَعْتَ فِيْهِ زَكَاتُكَ قَرَابَتَكَ الَّذِي لاَ تَعولُ

"Lebih utama jika kamu memberikan zakatmu kepada kerabatmu yang bukan tanggunganmu. 

4. Tidak dari Bani Hasyim

5. Baligh, berakal, merdeka.  


Jenis Dan Ukuran Zakat Fithri

a. Jenis Zakat Fitri 

Adapun jenis makanan yang boleh dipergunakan untuk membayar zakat fithri ialah makanan pokok, seperti kurma,, gandum, beras, kismis, keju kering atau lainnya yang termasuk makanan pokok manusia.

Ukuran zakat fithri yang telah ditentukan oleh Rasululloh saw adalah satu sho' atau sebanding dengan empat mud. Dan yang dikeluarkan adalah jenis makanan yang digunakan di negeri tersebut. Baik itu gandum, Kurma, beras, zabib, dan lain sebagainya. Malikiyah menambahkan lebih baik lagi kalau jenis  yang dikeluarkan berupa bahan makanan yang terbaik dinegeri tersebut.

Sebagaimana perkataan Abu Said ra:

كُنَّا نُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ أََوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ أقطٍ أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيْبٍ 

"Kami (para sahabat Rasululloh saw) mengeluarkan zakat fithri dari setiap orang perorang baik anak kecil, orang dewasa, hamba sahaya atau merdeka, yaitu mengeluarkan satu sho' dari makanan pokok atau satu sho' dari susu yang kering,atau satu sho' dari gandum, atau satu sho' dari kurma atau satu sho' dari zabib." 


Ibnu Umar ra berkata:

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ

 “Rasulullah saw telah mewajibkan zakat fithri bagi orang merdeka dan hamba sahaya, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orang dewasa dari kaum muslimin. Beliau memerintahkan agar (zakat fithri tersebut) ditunaikan sebelum orang banyak melakukan shalat ‘id.”  

Rasulullah saw telah mewajibkan zakat fithri di bulan Ramadhan satu sha’ kurma atau gandum, dan gandum dan itu semua disyaratkan dengan zakat berupa makanan pokok penduduk negeri, hal ini sebagaimana dikatakan Abu Sa’id Al Khudri ra : “Kami membayar zakat fithri saat hari raya pada masa Rasulullah saw satu sha’ makanan, dan makanan pokok kami adalah gandum, kismis, keju kering dan kurma.” 


Ukuran Satu Sho'

Dari keterangan dalil-dalil tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa banyaknya zakat fitri adalah 1 sha’ untuk setiap orang baik berupa gandum atau selainnya (dari makanan yang mengenyangkan), hal ini merupakan pendapat Madzhab Imam Malik, Syafi’i, Ahmad, dan seluruh Jumhur Ulama’. Sedangkan pendapat Imam Abu Hanifah memperbolehkan dengan ½ sha’ gandum.

Satu sho sama dengan empat mud. Menurut Hanafiyah, satu mud sama dengan 1,032 liter atau 815,39 gram. satu sho' sama dengan 4,128 liter atau 3261,5 gram.  Adapun menurut Imam syafi'i, Ahmad, Malik, satu mud sama dengan 0,687 liter atau 543 gram. satu sho' sama dengan 2,748  liter atau 2176 gram 

Kadar zakat fithri itu 1 sha’ kurma kering, tepung gandum, kismis, keju dan makanan lainnya. 

Diperbolehkan pula menunaikan zakat fithri dengan sesuatu yang menjadi kemampuan suatu negeri, seperti:1 sha’ beras dan lain-lain. Adapun maksud sha’ di sini adalah sha’ menurut Nabi saw yaitu 4 kali dua telapak tangan laki-laki dewasa yang betul-betul dianggap adil.

Hanyasanya yang paling utama untuk untuk dibayarkan sebagai zakat fitri adalah makanan yang mengenyangkan, sebab makna yang dzahir (jelas) dari hadits Abu Sa’id Al-Khudry ra, dia berkata:


كُنَّا نُعْطِيهَا فِي زَمَانِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيْبٍ فَلَمَّا جَاءَ مُعَاوِيَةُ وَجَاءَتْ السَّمْرَاءُ قَالَ أُرَى مُدًّا مِنْ هَذَا يَعْدِلُ مُدَّيْنِ قاَلَ أَبُوْ سَعِيْدٍ:  أَمَّا أَنَا فَلاَ أَزَالُ أخْرَجَهُ كَمَا كُنْتُ أَخْرَجَهُ عَلىَ عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ 

”Dari Abu Sa’id al-Khudry ra ia berkata : Kami menunaikan zakat fithri pada zaman Rasulullah saw  dengan 1 sha’dari makanan, atau kurma kering, atau tepung gandum, atau susu kering(keju), atau anggur kering(kismis), maka ketika Mu’awiyah ra datang dengan membawa gandum(dari Syam).  ia berkata,”saya berpendapat bahwa jika dengan  ini (gandum dari Syam) sebanyak 1 sha’ maka alangkah adil jika untuk yang selainnya adalah 2 sha”, maka Abu Sa’id ra berkata:”saya tidak akan menghapus cara pengeluarannya sebagaimana kami mengeluarkan(menunaikan)nya di zaman Rasulullah saw”.


Membayar Zakat Fithri Dengan Uang

Yang wajib dikeluarkan adalah makanan pokok. Adapun selain makanan pokok seperti uang atau dikiaskan dengan yang lain ini tidak diperkenankan. kecuali kalau memang terpaksa sekali. Karena yang demikian tidak pernah ditetapkan oleh Rasululloh saw. bahkan tidak pernah dilakukan oleh para sahabat. 

Zakat fithri tidak boleh diganti dengan nilai nominalnya. Karena hal itu menyalahi apa yang diperintahkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Padahal Rasulullah saw  bersabda : 

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ 

”Barangsiapa melakukan amalan yang tidak kami perintahkan maka amalan itu tidak diterima.” 

Disamping itu, zakat fithri dalam wujud nominal itu menyalahi praktek amalan para sahabat. Karena mereka membayar zakat fithri dengan satu sha’ makanan, tidak dengan yang lain. Di samping itu, pada zaman Nabi saw juga telah ada nilai tukar (uang). Seandainya membayar zakat fithri dengan uang diperbolehkan, tentu beliau telah memerintahkan mengeluarkan zakat dengan nilai makanan tersebut, tetapi hal itu tidak dilakukan oleh Nabi saw.

Adapun pendapat yang memperbolehkan zakat fithri ini dibayarkan dengan nilai tukar (uang) hanyalah madzhab Hanafi, tetapi pendapat tersebut lemah karena dalil yang dipergunakan tidak kuat. Menurut pendapat Asy Syafi’I disebutkan, “Tidak sah membayar zakat fithri dengan nilai nominal (uang), dan para ulama tidak berbeda pendapat tentang persoalan ini.” Adapun ukuran zakat fithri itu adalah satu sha’ –nya Nabi saw, atau beratnya kira-kira 2,4 kg.

Dan diperbolehkan juga menunaikan zakat melebihi kadar yang telah ditentukan yaitu 1 sha’, tanpa memberitahukan dahulu kepada orang yang menerimanya (faqir dan miskin).

Menurut kelompok Hanafiyah, boleh mengeluarkan zakat dalam bentuk uang, dirham, dinar. karena Kewajiban yang dibebankan pada hakekatnya adalah menjadikan fakir dab miskin mereasa tercukupi kebutuhan mereka pada hari itu. Sebagaiman sabda Rasulullah saw. 

أُغْنُوهُمْ عَنِ السُّوالِ في هذا اليومِ

"Jadikanlah mereka tercukupi kebutuhan mereka dari meminta-minta pada hari ini"

Caranya dapat tercapai dengan uang, bahkan lebih sempurna, dan mudah digunakan. Sebagaimana pendapat Jumhur:


وَلاَ يُجْزَئ عِنْدَ الْجُمْهُوْرِ إِخْراَجُ الْقِيْمَةِ عَنْ هَذِهِ الأَصْنَافِ. فَمَنْ أَعْطَى القِيْمَةَ لَمْ تُجزِئْهُ, لِقَوْلِ ابْنِ عُمَرُ: فَرَضَ رَسُولُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدَقَةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ وَصَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ. فإِذَا عَدَلَ عَنْ ذَالِكَ فَقَدْ تَرَكَ المَفْرُوضِ

"Tidak diperkenankan mengeluarkan uang sebagai ganti dari jenis-jenis makanan pokok. Barang siapa yang membayar zakat dengan uang  maka tidak mendapatkan pahala. Sebagaimana perkataan Ibnu Umar ra:" Jika menyelisihi dari jenis yang telah ditentukan (makanan pokok), maka ia telah meninggalkan kewajiban. 

Dalam Al Majmu'  fi Syarhil Muhadzdzab Imam An Nawawi berkata: 


وَلاَيَجُوْزُُ أَخْذُ الْقِيْمَةِ فِيْ شَيئٍْ مِنَ الزَّكَاةِ لإِنَّ الحقَّ للهِ تَعَالىَ وَقَدْ عَلَّقَهُ عَلَى مَا نَصَّ عَلَيْهِ فَلاَ يَجُوْزُ نَقْلُ ذَالِكََ إِلىَ غَيرِهِ كَالأُضْحِيَّةِ لَمَا عَلَّقَهَا عَلَى الانْعَامِ لَمْ يَجُزْ نَقْلُهاَ إِلىَ غَيِرِهَا 

"Tidak diperbolehkan mengambil zakat dari bentuk nominal, Karena ini adalah haq Alloh  swt yang telah ditentukan dalam nash. Maka tidak diperkenankan mengganti dengan yang lain, sebagaimana hewan sembelihan dalam Udhhiyyah yang telah ditetapkan harus dari binatang ternak, tidak boleh diganti dengan selain dari binatang tersebut. 

   

Waktu Membayar Zakat Fithri

Waktu membayar zakat fithri dimulai ketika matahari terbenam di hari akhir pada bulan ramadhan atau malam hari Raya samapai sebelum dikerjakannya shalat Ied. Maka barangsiapa memiliki kewajiban untuk membayarnya pada waktu itu, ia wajib melaksanakannya. 

Imam Hanafi berpendapat tentang diperbolehkannya mendahulukan pelaksanaan zakat fithri 1 atau 2 hari sebelum shalat ‘Iedul Fitri.

Imam Syafi’i berpendapat tentang diperbolehkannya pelaksanaan zakat fithri itu sejak di hari pertama bulam ramadhan.

Imam Maliki berpendapat bahwa secara mutlaq hukum mendahulukan pengeluarannya tidak boleh sama sekali sebagaimana shalat sebelum tiba waktunya.

Imam Hambali berpendapat sebagaimana pendapat Imam Hanafi, berdasarkan hadits:

كَانُوْا يُعْطُوْنَ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ بِيَوْمَيْنِ 

"Bahwa (para Shahabat Radliyallahuanhum)menunaikannya(zakat fithri) sehari atau dua hari sebelum dilaksanakannya shalat ‘Iedul Fitri." (HR. Al-Bukhari).

Untuk lebih rincinya serta untuk lebih mudahnya waktu pembayaran zakat fitri ini dapat dibagi dalam beberapa bagian, yaitu :

1. Waktu yang dibolehkan 

Yaitu mengeluarkanya satu hari atau dua hari sebelum sholat 'ied (sebagaimana yang dilakukan oleh sahabat Ibnu Umar ra. Menurut Imam As Syafi'i, diperbolehkan untuk mengeluarkan zakat fithri diawal bulan romadlon. Sedangkan Hanabilah berpendapat : diperbolehkan mengeluarkan zakat fithri dua hari sebelum hari raya.  Seperti yang diriwayatkan oleh imam Al-Bukhari: 


كَانَ ابْنُ عُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يُعطِيهَا الَّذِيْنَ يَقبَلُوْنهَا. وكَانُوا يُعْطُوْنَ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمٍ أو يَوْمَيْنِ 

"Bahwasanya Ibnu Umar ra. mengasihkanya kepada orang yang menerimanya. Dan mereka mendapatkannya sehari atau dua hari sebelum  hari raya fitri."

Dengan demikian, bila seseorang meninggal sebelum tenggelamnya matahari sekalipun beberapa menit, maka tidak wajib baginya membayar zakat fithri. Tetapi jika meninggal setelah tenggelamnya matahari, maka wajiblah dikeluarkan zakat fithrinya. Dan jika seseorang lahir setelah tenggelam matahari, sekalipun beberapa menit, maka dia tidak wajib dibayarkan zakat fithrinya, dan jika sebelumnya maka wajib dibayarkan zakat fithrinya. Dan jika seseorang masuk Islam sebelum tenggelamnya matahari, maka ia wajib mengeluarkan zakat fithri, tetapi jika sesudahnya maka tidak wajib atasnya. Jadi pada waktu-waktu tersebut adalah waktu disyariatkannya untuk membayar zakat fithri. Sementara itu ada pula ulama yang memperbolehkan zakat fitri dibayarkan sehari atau dua hari sebelum ‘ied. Di dalam Kitab Shahih Al-Bukhari, dari Nafi’, ia berkata:


كَانَ اِبْنُ عُمَرَ يُعْطِي عَنِ الصَّغِيْرِ وَالْكَبِيْرِ حَتَّى إِنْ كَانَ يُعْطِى عَنْ بَنِيَّ وَكَانَ يُعْطِيْهَا الَّذِيْنَ يَقْبَلُوْنَهَا وَ كَانُوْا يُعْطُوْنَ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ.      

“Adalah Ibnu ‘Umar membayarkan zakat fithri untuk anak-anak dan orang dewasa, dan jika dia membayarkan zakat fithri anakku, dia berikan kepada yang berhak menerimanya. Dan mereka membayar zakat fithri itu sehari atau dua hari sebelum ‘id.”

Dari keterangan diatas menjelaskan diperbolehkannya menunaikan zakat fitri 2 hari sebelum shalat ‘Iedul Fitri dan tidak diperbolehkan dari batasan yang telah ditentukan itu, hal ini sesuai dengan perkataan Ibnu Umar Radliyallahuanhuma.

Adapun waktu yang disunnahkan dan diutamakan untuk menunaikannya yaitu pada waktu shubuh sebelum dilaksanakannya shalat ‘Iedul Fitri Hal ini berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar ra:


وَ أَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدِيَ قَبْلَ خُرُوْجِ النَّاسِ إِلىَ الصَّلاَةِ )رواه البخارى و مسلم(

"…dan beliau juga memerintahkan untuk menunaikannya sebelum orang-orang pergi mengerjakan shalat(‘Iedul Fitri)”.

Dalam lafadz lain disebutkan :


إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِزَكَاةِ الْفِطْرِ أَنْ تُؤَدَّى قَبْـلَ خُرُوْجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَة ِ 

"Bahwasannya Nabi saw memerintahkan membayar zakat fithri sebelum orang-orang pergi untuk shalat ‘id.” 

Demikian yang ditetapkan para ulama khususnya madzhab Imam yang empat. Jika mengerjakannya setelah dilaksanakannya shalat ‘Iedul Fitri maka hukumnya menurut Imam Ahmad dan seluruh Jumhur Fuqaha’ adalah haram.

 

2. Waktu yang afdol dan utama

Waktu yang afdhol dan utama yaitu menunaikan zakat fitri di pagi hari sebelum dimulainya sholat 'ied. Sebagaiman hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, beliau berkata:


أَمرَ رسولُ اللهِ صلى اللهُ عليهِ وسلم بِزكاةِ الفطرِ أنْ تُؤدَّى قَبلَ خُروجِ النَّاسِ الى الصَّلاةِ 

Dari Ibnu Umar ra. Berkata, "Rasulullah saw. memerintahkan untuk mengeluarkan zakat fithri sebelum keluarnya orang banyak untuk sholat ied."  Begitu juga sebagaimana perrkataan Ibnu Abbas  ra yang termaktub diatas.

3. Waktu mengqodlo'

Yaitu mengeluarkan zakat setelah sholat 'ied, Hukum zakat syah dan mendapat pahala tetapi makruh. 

Kalau seseorang mengakhirkan waktu pelaksanaan zakat fithri sedangkan ia sadar atas perbuatannya itu maka ia berdosa dan harus bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala serta mengqadha’(tetap mengganti/menunaikan)nya, karena ia merupakan amalan yang tidak bisa terbebas ( dari kewajibannya ) walaupun waktu untuk melaksanakannya telah habis, namun jika perbuatannya itu dikarenakan lupa maka ia tidak berdosa dan tetap harus mengqadha’nya.

Sabda Rasulullah saw: 


...فَمَنْ ادَّاهَا قَبْلَ الصَّلاةِ فهي زَكَاةٌ مَقْبُوْلةٌ وَمَنْ أدَّاهاَ بَعْدَالصَّلاَةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ

"Barangsiapa yang membayarnya sebelum shalat id, maka ia termasuk zakat fithri yang diterima sedangkan jika dibayarkan setelah shalat id maka ia termasauk dari sedekah biasa."

Secara dlohir hadits ini menyatakan bahwa orang yang mengeluarklan zakatnya setelah hari raya maka ia sama dengan tidak mengeluarkan zakat. Jumhur berpendapat: "Mengeluarkan zakat sebelum sholat 'ied adalah perbuatan mustahab. Mereka juga menyatakan bahwa zakat yang dikeluarkan setelah sholat 'ied itu sah dan berpahala sampai akhir hari raya karena tujuan yang dicapai dari dikeluarkannya zakat adalah menjadikan orang fakir dan miskin merasa tercukupi dari berkeliling dan meminta-minta pada hari itu. sebagaiman Sabda Rasululloh saw yang termaktub di atas.

Adapun mengakhirkan-akhirkan sampai akhirnya hari raya, Ibnu Ruslan berkata: "Haram hukumnya menurut kesepakatan para ulama mengakhirkan waktu pembayaran zakat fitri" Dikarenakan kewajiban zakat sama dengan kewajiban sholat. Barang siapa yang mengakhirkan dari waktu yang ditentukan maka berdosalah ia.  Al Mansur billah menerangkan bahwa waktu mengeluarkan zakat fithri adalah sampai hari ketiga dari bulan Syawal. 

Sedangkan Hanabilah berpendapat  akhir dari pembayaran zakat fithri adalah terbenamnya matahari di hari 'ied itu. 

Dan yang perlu dititiktekankan lagi adalah bahwa tidak diperbolehkan bagi seseorang muslim mengakhirkan pembayaran zakat fithri itu setelah shalat ‘id. Jika diakhirkan setelah shalat ‘id dengan tanpa udzur syar’i, maka zakat yang ia keluarkan tidak terhitung sebagai zakat fithri, akan tetapi dinilai sebagi sedekah biasa. Hal ini berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas ra Rasulullah saw bersabda:


مَنْ ادَّاهَا قَبْلَ الصَّلاةِ فهي زَكَاةٌ مَقْبُوْلةٌ وَمَنْ أدَّاهاَ بَعْدَالصَّلاَةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ

"Barangsiapa yang menunaikannya sebelum dilaksanakannya shalat(‘Ied Fitri) maka itu merupakan zakat yang diterima(Allah Subhanahu wa Ta'ala) dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu adalah  shadaqah sama dengan yang lian.”

Jika Ada Udzur Syar’i Untuk Membayar Pada Waktunya

Orang yang mengakhirkan pembayaran zakat fithrinya disebabkan adanya udzur syar’i maka zakatnya adalah sah. Seperti seseorang yang baru mendengar kabar tentang hari Raya secara tiba-tiba, sehingga dia tidak sempat membayar zakat fithri itu sebelum shalat ‘id, atau seseorang yang berharap kepada orang lain yang membayarkannya, kemudian orang tersebut lupa, maka tidak apa-apa kalau dia membayarnya setelah ‘id. Karena hal itu termasuk udzur syar’i.


Inti Dari Kewajiban Zakat Fithri

Yang wajib adalah, zakat fithri itu harus sampai ke tangan orang-orang yang berhak menerimanya pada waktunya yaitu sebelum shalat ‘id. Bila seseorang berniat membayar zakat untuk seseorang, tetapi dia tidak bertemu orang yang dimaksud atau yang mewakilinya maka ia harus menyerahkannya kepada orang lain yang berhak menerimanya, dan tidak boleh mengakhirkannya dari waktu yang semestinya.


Tempat Membayar Zakat Fithri 


Hendaknya zakat fithri itu diserahkan kepada fakir miskin di sekitar tempat ia berada pada waktu dia mendapati hari raya itu, baik itu tempat tinggalnya atau tempat lain di wilayah kaum muslimin.

Jika seseorang tinggal di suatu wilayah yang tidak ada orang yang berhak menerimanya, maka dia boleh mewakilkan pembayaran zakat fithri tersebut kepada orang lain untuk ia laksanakan di tempat yang di sana terdapat  orang-orang yang berhak menerimanya.


Yang Berhak Menerima Zakat Fithri 

Orang-orang yang berhak menerima zakat fithri ialah delapan golongan sebagaimana yang berhak menerima zakat mal (harta benda), karena zakat ini masuk dalam keumuman ayat yang disebutkan dalam dalam al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60 sebagai Mustahiq Zakat (penerima zakat) yaitu:


إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِيْن والعَامِلِيَن عَلَيْهَا وَالمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُم وَفي الرِّقَابِ وَالغَارِمِيَن وَفِي سَبِيلِ اللهِ وَابنِ السَّبِيلِ فَرِيْضَةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ

"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para Mu'allaf yang dibujuk hatinya,untuk (memerdekaan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Biajaksana."

Hanyasanya yang lebih berhak menerimanya adalah orang fakir dan miskin demikian yang telah dilakukan oleh Rasululloh saw dan para sahabatnya. Rasululloh saw bersabda:


أغنُوهُم عَنِ السُؤَالِ فِيْ هَذَا الْيَوْمِ فَلاَ تُدْفَعُ لِغَيْرِ الفُقَرَاءِ إِلاَّ عِندَ انعدَامِهِم أوْ خِفَّةِ فَقرِهِم أوْ اشْتِدَادِ حَاجَةِ غَيْرِهِمْ مِنْ ذَوِي السِّهَامِ 

"Jadikan mereka merasa cukup untuk hari ini sehingga mereka tidak meminta-minta kepada orang lain. Jangan dikeluarkan kepada selain mereka kecuali kalau tidak ada orang miskin sama sekali, atau ringannya kefakiran mereka atau beratnya kebutuhan selain fakir miskin itu dari golongan yang mendapatkan bagian zakat." 

Dan hendaknya tidak ada basa-basi dalam masalah zakat fithri. Yakni yang semestinya didahulukan untuk menerimanya haruslah orang yang diketahui paling membutuhkan, sehingga tidak mendahulukan ta’mir masjid, ustadz/guru ngaji, sesepuh/pengurus kampung, apalagi dimasukkan ke dalam kas masjid atau sejenisnya. 

Zakat fithri itu bisa dibayarkan kepada beberapa orang fakir miskin atau kepada satu orang saja, karena Nabi saw hanya menentukan jumlah yang dibayarkan saja dan tidak menentukan jumlah yang boleh diterima seseorang. 

Diperbolehkan bagi penerima, jika mendapat zakat fithri dari seseorang untuk membayarkannya sebagai zakat bagi dirinya atau untuk salah satu anggota keluarganya apabila ia sendiri telah menakarnya kembali atau diberitahu oleh orang yang membayar zakat fithri itu bahwa takarannya sudah sempurna dan dia yakin dengan pemberitahuan itu. 

Jumhur ulama mensyaratkan wajibnya mengeluarkan zakat atas orang fakir Jika ia memiliki makanan yang lebih untuk dipergunakan olehnya dan orang-orang yang menjadi tanggunganya selama hari raya. Mempunyai kelonggaran dalam tempat tinggal, harta, dan keperluan sehari-harinya. Jika ada orang yang memiliki sebuah rumah yang hanya digunakan untuk bertempat tinggal, atau untuk disewakan dalam rangka mencari nafkah, atau memiliki hewan tunggangan yang digunakan untuk mengangkut atau dimanfaatkan dalam rangka memenuhi kebutuhan pokoknya, atau memiliki barang dagangan tetapi jika dikeluarkan hartanya untuk membayar zakat  tidak bisa memenuhi kebutuhanya sehari-hari atau  akan habis untungnya, maka ia tidak berkewajiban untuk membayar zakat fitri. Atau jika ia memiliki beberapa kitab untuk dibaca, maka ia tidak usah menjualnya kemudian digunakan untuk membayar zakat fithri. Orang perempuan yang memiliki perhiasan untuk dipakai, ia tidak usah menjualnya dalam rangka untuk membayar zakat. Tetapi jika ia ada kelebihan dari kebutuhan pokok, ia boleh  menjualnya untuk menbayar zakat fithri, dan kalau ini dilakukan pada hakikatnya tidak ada kerugian yang mendasar terhadap  kehidupanya.

Zakat ini juga diberikan oleh orang yang faqir dari kaum muslimin di negeri yang mengeluarkan zakat tersebut, dan juga diperbolehkan dipindahkan ke negeri yang lain yang lebih membutuhkan namun tidak boleh digunakan untuk membangun masjid atau jalan umum. 


Perincian Mustahiqul zakat

Dalam penyaluran zakat, Allah Ta'ala telah menjelaskan mustahiqul zakat (orang-orang yang berhak mendapatkan zakat) dalam al Qur'an, sebagaimana firman-Nya:

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para Mu'allaf yang dibujuk hatinya,untuk (memerdekaan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Biajaksana

Imam Ibnu Jarir At Thobari berkata bahwa tidak disalurkan as Shodaqhot kecuali kepada para fakir dan miskin serta orang-orang yang telah Allah sebutkan.

Penjelasan tentang delapan golongan yang berhak menerima zakat sebagai berikut:


1. Faqir dan Miskin

Faqir secara etimilogi dalam bahasa arab yaitu orang yang sebagian tulang rusuknya terlepas, maka punggungnya menjadi patah. Adapun miskin adalah orang yang hanya berdiam diri

Adapun secara terminologi, Syaikh Abu Bakar Al Jazairi berkata bahwa faqir adalah orang yang tidak mempunyai harta untuk memenuhi kebutuhannya dan kebutuhan orang-orang yang menjadi tanggungannya, yang meliputi makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal, meskipun ia mempunyai harta yang mencapai nishob. Dan Orang miskin kadang-kadang kefakirannya lebih ringan dari pada orang faqir, tetapi kadang juga lebih berat namun demikian ketentuan mengenai keduanya dalam segala hal adalah sama.

Adapun bagian zakat yangg diberikan kepada faqir miskin adalah sebesar yang dapat mencukupi sebagian kebutuhannya atau seluruhnya, untuk dirinya sendiri atau orang-orang yang menjadi tanggungannya selama setahun penuh dan tidak boleh melebihi kadar tersebut.

Imam Syafi'i berkata bahwa kebutuhan mereka tercukupi terus menerus (seumur hidup). Imam Al Baghowi berkata bahwa kadar fakir dari zakat yaitu tercukupinya kebutuhan setahun

Tholibul ilmu apabila tidak mendapatkan usaha maka berhak mendapatkan zakat. 

Orang yang punya harta kemudian rusak maka tergolong miskin dengan syarat ada bukti 

Maka orang yang tersibukan dengan ibadah sehingga terhalang dari berusaha maka tidak berhak mendapatkan zakat.


2. Amil

Amil zakat yaitu pemungut zakat atau orang yang mengumpulkannya, mengelolanya, dan mengontrol ukurannya serta mencatatnya di kantor khusus sehingga mereka mendapatkan upah pekerjaannya dari zakat tersebut meskipun ia orang kaya.

Amil Dari Keluarga Hasyim

Imam Nawawi dan Syafi'iyah berpendapat bahwa yang lebih dekat kepada kebenaran yaitu tidak diperbolehkan keluargga hasyim menjadi amil, tetapi kalau beramal secara sukarela maka diperbolehkan amil dari keluarga hasyim dan mutholib, mereka diberi upah dari baitul mal

Syarat Amil

Syarat amil yaitu muslim, merdeka, adil dan faqih dalam urusan zakat.

Amil dan imam tidak boleh menjual zakat kecuali kondisi doruroh seperti  takut rusak


3. Muallaf

Orang-orang yang yang dijinakkan hatinya ada dua macam  yaitu muslim dan kafir. Dan mereka adalah pemuka kaum atau marganya.

Muallaf dari muslim terbagi menjadi empat macam

1. Para pemuka kaum yang ditaati oleh kaumnya, yang telah masuk Islam namun niat mereka masih lemah, maka ia diberi zakat untuk memantapkan hatinya

2. Suatu kaum yang mempunyai pengaruh besar atau kaum yang terpandang yang telah masuk Islam, mereka diberi zakat agar kaum yang lainnya dari kalangan kafir tertarik untuk masuk Islam

3. Sekelompok orang yang perlu dijinakkan hatinya agar bersedia berjihad demi melawan kaum kafir dan melindungi kaum muslimin

4. Sekelompok orang yang diberi zakat agar bersedia mewajibkan zakat terhadap orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat.


Muallaf dari kafir, mereka ada dua macam :

1. Orang kafir yang diharapkan dapat masuk Islam, zakat diberikan kepada mereka dengan harapan ia semakin tertarik  kepada Islam

2. Orang kafir yang dikhawatirkan berbuat jahat dengan diberi zakat mereka tidak berbuat kekacauan dan kejahatan.  


4. Riqob

Mereka terbagi menjadi tiga bagian:

1. Budak muslim yang mukatab, mayoritas ulama membolehkan penyaluran zakat kepada mereka

2. Memerdekan budak, menurut Madhab Maliki diperbolehkan menyalurkan zakat untuk memerdekan budak

3. Untuk menebus tawanan muslim dari kekuasan kaum musrik. 


5. Ghorim

Orang yang berhutang dan berhak mendapatkan zakat terbagi menjadi tiga bagian:

1. Orang yang berhutang untuk kemaslahatan sendiri, golongan ini mendatkan zakat dengan syarat sebagai berikut:

Hendaknya seorang muslim

Bukan termasuk ahlu bait

Ia tidak berhutang dengan tujuan untuk mendapatkan bagian zakat

Adanya hutang yang melilitnya

Hutangnya bersifat segera

Orang yang berhutang tidak mampu melunasinya

2. Orang yang berhutang untuk kemaslahatan umum

3. Orang yang berhutang karena menjadi jaminan.


6. Fi Sabilillah

Fi sabilillah terbagi menjadi tiga bagian:

1. Orang yang berjuang di jalan Allah bukan mereka yang bekerja dikantoran, golongan ini menurut mayoritas ulama berhak mendapatkan zakat

2. Kemaslahatan perang, menurut madhab maliki diperbolehkan menggunakan bagian zakat untuk kemaslahatan jihad

3. Jama'ah haji, mayoritas ulama (Madhab Hanafi, Maliki, Syafi'i  dan Hanabilah dalam satu riwayat) membolehkan menyalurkan zakat kepada jama'ah haji.


7. Ibnu Sabil

Dinamakan demikian karena dikonotasikan dengan jalan atau orang yang ditengah perjalanan, yaitu orang yang tidak berada di negerinya dan tidak menempati rumahnya.

Golongan ini terbagi menjadi dua bagian:

1. Orang yang jauh dari negerinya dan tidak mempunyai bekal untuk kembali ke negerinya. Golongan ini disepakati berhak mendapatkan zakat. Sesuai dengan kebutuhannya dan syarat-syarat sebagai berikut:

Orang muslim dan bukan ahlu bait

Tidak mempunyai harta untuk kembali ke negerinya, walaupun di negerinya dia orang kaya.

Ia bersafar bukan dalam rangka bermaksiat

2. Orang yang berada di negerinya dan hendak melakukan safar, mayoritas ulama tidak memperbolehkab penyaluran zakat kepada golongan ini walaupun syafi'iah membolehkannya.dengan syarat ia tidak mempunyai bekal.


Apakah penyaluran zakat harus mencakup delapan kelompok atau boleh sebagian dari mereka?

Mayoritas ulama berpendapat bahwa penyaluran harta zakat tidak harus meliputi kedelapan kelompok tersebut, melainkan boleh menyalurkan kepada salah satu dari mereka, meskipun kelompok yang lainnya pun ada. Sebagaimana hadits 

تؤخذ من أموالهم وترد على فقرائهم 

Zakat diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan diberikan kepada orang-orang miskin diantara mereka.

Syafi'i berkata bahwa penyaluran zakat harus mencakup delapan kelompok.


c. Memindah Zakat Ke Negeri Lain

Seyogyanya zakat dibagikan kepada orang yang berhak di negeri tersebut, apabila dipindahkan ke negeri lain padahal di negeri tersebut ada yang berhak maka Imam syafi’i berkata boleh dalam satu riwayat dan tidak boleh dalam riwayat lain. Imam Ahmad dan Malik berkata bahwa tidak boleh memindahkan zakat ke negeri lain.

Apabila harta di negeri lain maka zakat dibagikan di ngeri harta berada

Apabila diperbolehkan memindahkan zakat, maka seluruh biaya ditangggung oleh pemilik zakat. Hal 213

d. Yang Tidak Berhak Mendapatkan Zakat

1. Bani Hasyim. Yaitu Aali Ali (keturunan atau keluarga Ali), Aalu 'Uqail, Aalu Ja'far, Aalu Abbas, Aalu Al Harits, dan Aalu Al Mutholib. Mereka tidak boleh mengambil  harta zakat, tanpa ada perbedaan pendapat diantara para ulama. Sebagaimana hadits Anas Bin Malik bahwa Rasulallah Saw mendapatkan kurma, kemudian beliau berkata:

لولا أن تكون من الصدقة لأكلتها

Kalau bukanlah dari shodaqoh, aku akan memakannya 

2. Pelaku bid'ah yang membawa kepada kekafiran, mereka tidak boleh diberi zakat manurut kesepakatan para ulama.

3. orang kafir. Ibnu Munzir berkata bahwa umat bersepakat bahwa tidak diperbolehkan menmerikan zakat kepada orang kafir, adapun dalam zakat fithr, Imam Abu Hanifah membolehkan zakat fithr untuk orang kafir.


Hikmah Zakat Fithri

Di antara hikmah zakat fithri ialah:


a. Bagi  pribadi dan individu muslim

1. Menyucikan jiwa orang yang shoim dari perbuatan laghwun dan kotor. Bagi orang yang melaksanakan shiyam, zakat berfungsi sebagai pembersih dari laghwun dan rofats .Hal ini disebabkan karena as sho’im tidak terlepas dari melakukan kedua hal tersebut. Padahal shoum yang sempurna adalah bukan hanya mencegah syahwat perut dan kemaluan, namun lisan, pendengaran, penglihatan, tangan dan kakinya juga ikut melakukan siyam yaitu dengan menjauhi apa yang dilarang Allah swt dan Rasul Nya baik itu berupa perkatan atau perbuatan. Dengan demikian sangat sedikit yang selamat dari hal tersebut sehingga datanglah syari’at zakat di akhir ramadlan sebagai pembersih dari kotoran yang menempel ketika melaksanakan shiyam atau sebagai penutup dari kekurangan  sebagaimana mandi yang dapat membersihkan badan dari kotoran yang melekat padanya. sesunggunya kebaikan itu menghapuskan kejelekan. 

2. Menanam sikap rela berkorban dan suka membantu orang lain.

3. Menghilangkan sifat bakhil dan loba pemilik kekayaan

4. Menghindarkan pemupukan harta perorangan yang dikumpulkan atas penderitaan orang lain.

5. Sebagai penyempurna pelaksanaan ibadah siyam, karena terkadang ada saja kekurangan dalam pelaksanaan ibadah siyam itu, atau melakukan perbuatan yang sia-sia dan dosa.

6. Sebagai ungkapan rasa syukur terhadap nikmat Allah swt berupa kemampuan melaksanakan ibadah siyam secara sempurna, shalat tarawih, juga amal-amal shalih lain di bulan Ramadhan.


Ibnu 'Abbas radhiyallaahu 'anhuma berkata:

فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ فَمَنْ أدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُوْلَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ 

"Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam telah mewajibkan zakat fithri sebagai penyucian jiwa orang yang siyam dari penyakit laghwun, rofats, dan untuk memenuhi kebutuhan orang-orang fakir serta miskin."  

Adapun lengkapnya adalah: Barang siapa yang mengeluarkan sebelum sholat ied maka itu diterima dan barang siapa yang mengeluarkan setelah sholat ied maka itu adalah sedekah.

Dalam lafadz lain Yang hampir sama juga dari Ibnu ‘Abbas ra, dia berkata:


فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْـوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ, فَمَنْ أَدَاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُوْلَةٌ وَمَنْ أَدَاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ. 

"Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fithri itu sebagai penyuci bagi orang yang siyam dari perbuatan sia-sia dan ucapan yang kotor dan sebagai pemberi makan untuk orang yang miskin. Barangsiapa mengeluarkannya setelah shalat (‘ied) maka ia adalah shadaqah biasa.” 


b. Bagi  Masyarakat Muslim

1. Zakat fithri bagi masyarakat muslim berfungsi sebagai penebar rasa kasih sayang dan luapan rasa gembira disetiap pejuru masyarakat khususnya bagi fuqoro’ wal masaakin. Hal ini disebabkan hari raya adalah hari yang penuh dengan kegembiran, maka luapan perasaan ini sudah seyogyanya bisa dirasakan juga oleh  kaum muslimin seluruhnya. Namun  fuqoro’ wal masaakin tidak dapat merasakan  perasaan ini ketika melihat orang kaya menikmati hidangan yang lezat lagi nikmat sedang dia tidak mendapatinya pada hari itu. Di sinilah Islam dengan syari’at yang sangat peduli terhadap mashlahah kehidupan mensyari’akan adanya zakat guna memenuhi hajah dan mengingatkan akan pahit dan betapa sulitnya kehidupan mereka. Sehingga akan muncul perasaan mahabbah waa rahmah dan juga kesan yang mendalam bahwa masyarakat tidaklah menterlantarkan ataupun melupakan mereka pada hari dimana kaum muslimin sedang merayakan hari yang penuh kesenangan.

2. Membina dan mempererat tali persudaraan sesama umat islam

3. Berbuat baik terhadap orang-orang fakir serta mencegah mereka agar jangan sampai meminta-minta pada hari Raya, sehingga mereka bisa ikut merasakan kegembiraan sebagaimana orang-orang kaya. Dengan demikian maka hari Raya itu betul-betul menjadi milik semua orang.

4. Memenuhi kebutuhan fakir miskin agar tidak meminta-minta pada hari raya, sebagaimana sabda Rasululloh saw bersabda: 

أغنوهُمْ عَنِ السُّؤَالِ فِيْ هَذَا اليَومِ (البيهقي) 

" Jadikanlah mereka mereasa tercukupi dan agar mereka tidak  meminta-minta pada hari ini"

5. Mencegah jurang pemisah antara si miskin dan si kaya yang dapat menimbulkan masalah dan kejahatan sosial.  

Wallhu a’lam bis showab




REFERENSI

1. Al Majmu' Syarh Al Muhadzab. M. Abu Zakariya Muhyidin bin Syarof An Nawawi. Libanon. Darul Fikr. 1417 H/1996 Cet. I 

2. Al Mugni. Ibnu Qudamah. Hijr. Tahun 1412 H/ 1992 M. Cet II

3. Kitabul Fiqh 'Ala Madzahibil 'Arb'ah. Abdurohman Al Jazairi. Libanon. Darul Kutub Ilmiyah.

4. Al Fiqh Al Islami wa Adilatuhu. M. Dr Wahbah Zuhaili. Damaskus. Darul Fikr. Tahun 1409 H/1989 Cet III

5. Shohih Fiqh Sunnah. Abu Malik Kamal ibnu As Sayyid Salam. Maktabah Taufiqiyah. 

6. Nailul Autor Asy Syaukani. Libanon. Darul Fikr. Tahun 1403 H/ 1983 M Cet II 

7. Fiqh Sunnah. As Sayyid Sabiq. Libanon. Darul Maktabah Al Arobi. Tahun 1396/1973. Cet II

8. Minhajul Muslim. Abu Bakar Jabir Al Jazairi. Darul Fikr. 


















ORDER VIA CHAT

Produk : TATA CARA MENUNAIKAN ZAKAT YANG BENAR MENURUT ISLAM

Harga :

https://www.batikmutiara.com/2025/03/anda-mau-zakat.html

ORDER VIA MARKETPLACE